Oleh : Suyarno
I.Pendahuluan
Perkembangan
hutan rakyat pada saat ini sudah menjadi salah satu komoditi unggulan di Jawa
Barat pada umumnya dan khususnya di Kabupaten Ciamis. Keberadaan hutan rakyat
di Jawa Barat mempunyai peranan penting baik dari segi pemenuhan kebutuhan kayu
maupun penutupan lahannya. Kebutuhan kayu di Jawa Barat sebesar 5,3 juta m3/th
disuplay dari produksi kayu yang berasal dari kawasan hutan produksi 350.000
m3/th dan dari hutan rakyat sebesar 3 juta m3/th dan rencana jangka panjang
penutupan lahan di Jawa Barat sebesar 45% tidak terlepas dari perkembangan
hutan rakyat (Suherman M. 2009).
Produksi
kayu dari hutan rakyat di Jawa Barat potensinya tersebar di seluruh hutan
rakyat di wilayah kabupaten. Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Provinsi
Jawa Barat tahun 2006 menempatkan Kabupaten Ciamis sebagai urutan pertama
produksi hutan rakyatnya dari 18 kota/kabupaten di Jawa Barat dengan produksi
sebesar 447.320 m3/th (Achmad B. 2008).
Hutan
rakyat di Kabupaten Ciamis keberadaannya semakin penting mengingat tingkat kebutuhan
kayu yang terus meningkat sedangkan kayu yang dihasilkan dari hutan produksi
sangat terbatas sehingga menempatkan hutan rakyat sebagai andalan dalam
pemenuhan kebutuhan kayu. Peningkatan tingkat kebutuhan kayu di kabupaten
Ciamis juga telah diimbangi dengan terus meningkatnya produksi kayu khususnya
dari hutan rakyat. Achmad B. (2009) melaporkan bahwa produksi kayu rakyat
meningkat terus menerus dari tahun ketahun hingga menembus lebih dari 80% dari
total kayu yang dihasilkan oleh Kabupaten Ciamis. Data terakhir dari Dinas
Kehutanan Kabupaten Ciamis melaporkan bahwa produksi hutan rakyat di Kabupaten
Ciamis pada tahun 2011 sebesar 369.124,305 m3 untuk albasia, 56.576,312 m3
untuk mahoni, dan produksi jati sebesar 19.561,510 m3. Produksi kayu terebut
jauh lebih besar dari produksi kayu dari kawasan hutan di Kab. Ciamis yaitu
hanya sebesar 53,13 m3 untuk albasia, 3.807,22 untuk mahoni dan 29.495,22 m3
untuk kayu Jati (Badan Pusat Statistik. 2011).
Produksi
albasia dari hutan rakyat sebesar 369.124,305 m3 dihasilkan dari luas hutan
rakyat 31.744,44 ha, yang tersebar
diseluruh wilayah administrasi di Kab Ciamis, dengan pola tanam yang sangat
beragam di masing masing wilayah administrasi desa. Potensi hutan rakyat yang tersebar
di seluruh desa juga mempengaruhi potensi dan pelaku pasar baik mulai tingkat
ranting, bandar, penggergajian maupun kayu olahan lainnya sudah tersedia di
tingkat desa.
Dukungan
pasar dan potensi hutan rakyat yang tinggi di tiap desa mempengaruhi dan
memunculkan system pemasaran hutan rakyat yang spesifik dan berbeda antara desa
satu dengan desa yang lain. Desa Kalijaya Kecamatan Banjarsari Kab Ciamis
merupakan salah satu contoh desa yang mempunyai banyak cara atau system
pemasaran hutan rakyat.
II. Hutan Rakyat di Desa Kalijaya
Potensi
hutan rakyat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi system pemasaran
hutan rakyat di suatu wilayah disamping faktor sumber daya manusia dan pasar di
wilayah tersebut. Hutan rakyat sebagai
obyek pemasaran sudah dibudidayakan oleh petani di Desa Kalijaya sejak dulu dan
bersifat turun menurun. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data bahwa secara
umum petani membudidayakan hutan rakyat melanjutkan pola yang sudah ada sejak
dahulu dengan penyempurnaan baik pemilihan jenis tanaman untuk tanaman pokok
mapun pengisi dan kegiatan pemeliharaan.
Budidaya
hutan rakyat di Desa Kalijaya Kab Ciamis dalam perkembanngannya tidak bisa
dilepaskan dari perkembangan budidaya hutan rakyat di Jawa Barat. Jawa Barat
menjadi tempat penyelenggaraan pekan penghijauan yang pertama pada tahun 1961,
dan penghijauan dengan penanaman tanaman kayu terus berkembang dengan adanya
program ‘RAKGANTANG” (Gerakan Gandrung Tatangkalan) pada tahun 1974, dan
kemudian Departemen Kehutanan telah menyelenggarakan program sengonisasi yang
dimulai pada tahun 1990 (Djajapertjunda S. 2003).
Budidaya
hutan rakyat di Desa Kalijaya dalam perkembangnnya pada saat sekarang
menempatkan sengon/albasia menjadi pilihan utama. Berdasarkan hasil survey di
lapangan menyatakan bahwa faktor pertumbuhan yang cepat dan pemasaran yang
sangat gampang sebagai alasan bahwa secara umum petani hutan rakyat di Desa
Kalijaya memilih albasia sebagai tanaman pokok dalam budidaya hutan rakyatnya.
Achmad B. (2009) melaporkan bahwa hutan rakyat dengan jenis sengon/albasia
merupakan jenis kayu terbesar yang
dihasilkan dari hutan rakyat mengisi hampir 50% kayu rakyat di Kabupaten
Ciamis. Pilihan petani terhadap tanaman albasia karena beberapa faktor yang
menjadi kelebihan tanaman ini. Sengon merupakan salah satu jenis pohon yang pertumbuhannya sangat cepat, Pertumbuhan selama 25 tahun dapat mencapai tinggi 45 m
dengan diameter batang mencapai 100 cm. Mengingat pertumbuhan yang cepat sengon
dijuluki sebagaai pohon ajaib (the
miracle tree) Pada umur 6 tahun sengon sudah dapat menghasilkan kayu bulat
sebanyak 372 m3/ha. (Atmosuseno B.S. 1994).
Berdasarkan hasil
survey dan pengamatan di lapangan petani di Desa Kalijaya secara umum membudidayakan hutan rakyat dibagi
kedalam 2 pola budidayanya yaitu hutan rakyat monokultur dan hutan rakyat
campuran. Menurut Windawati (2000) dalam Diniyati D (2010) pola tanam yang
dikembangkan oleh petani dapat diklasifikasi pada 2 pola yaitu
1.
Hutan
rakyat monokultur (murni)
Hutan rakyat yang terdiri dari satu
jenis tanaman pokok yang ditanam dan diusahakan secara homogeny (Monokultur)
2.
Hutan
rakyat campuran
a. Hutan rakyat campuran dengan 2 – 5
jenis tanaman kehutanan yang dikembangkan dan diusahakan seperti sengon, mahoni
dan suren yang dikombinasikan berbeda pada setiap daerah.
b. Hutan rakyat campuran dengan system
agroforestry/wanatani
Pola ini merupakan bentuk usaha
kombinasi kehutanan dengan cabang usaha lainnya seperti pekebunan, pertanian,
peternakan dan lainnya secara terpadu.
Budidaya
hutan rakyat di Desa kalijaya pada umumnya menerapkan pola monokultur pada
lahan PHBM di pola campuran dilaksanakan di lahan milik.
Diniyati
D. (2010) melaporkan bahwa lahan yang diperuntukan untuk hutan rakyat di Desa
kalijaya paling luas dibandingkan dengan luas lahan untuk peruntukan lainnya.
Penggunaan lahan di Desa Kalijaya disajikan dalam tabel berikut;
Tabel
1 : Penggunaan Lahan di Desa Kalijaya
No
|
Penggunaan
Lahan
|
Luas
(ha)
|
%
dari luas wilayah
|
1.
|
Hutan
Rakyat
|
12.420
|
53
|
2.
|
Sawah
|
1.617
|
7
|
3.
|
Pekarangan
dan Rumah
|
725
|
3
|
4.
|
Kolan
ikan
|
141
|
1
|
5.
|
Lainnya
|
8.365
|
36
|
Luas
hutan rakyat di Desa Kalijaya sebagaimana pada tabel tersebut selain ditopang
dari berbagai program pemerintah, pada saat sekarang berdasarkan hasil
wawancara bahwa petani sudah sadar akan hasil dari tanaman kayu terutama sengon
sehingga untuk kegiatan penanaman petani sudah membeli bibit tanaman secara
swadaya.
Tingkat
kesadaran petani yang tinggi akan hasil dari hutan rakyat baik dari lahan milik
maupun PHBM memposisikan hutan rakyat sebagai andalan untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga petani. Kondisi tersebut ditunjang juga dari aspek pemasaran kayu
rakyat yang tidak susah karena banyaknya Bandar pembeli kayu rakyat di Desa
Kalijaya.
III. Pemasaran Hutan Rakyat di Desa
Kalijaya
Pemasaran
adalah semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang dan jasa, mulai dari
titik produksi sampai ketangan konsumen akhir (Achmad B. 2009). Hutan rakyat
mempunyai kekhusunan dalam proses
pemasarannya jika dibandingkan dengan produk produk lain. Kekhususan pemasaran
hutan rakyat terletak pada system penjualannya yaitu bisa dalam bentuk tegakan
berdiri maupun dalam bentuk log baik sudah dipinggir jalan maupun
dipenggergajian. Sistem penjualan tersebut merupakan beberapa kemudahan dalam
penjualan hasil hutan rakyat meskipun masih banyak permasalahan dalam pemasaran
yang dihadapi petani hutan rakyat. Beberapa permasalahan dalam pemasaran
komoditas pertanian termasuk kayu bulat adalah : (1) dihasilkan oleh petani
dalam unit kecil kecil, (2) produksi tergantung pada musim, pola biologi, dan
kebutuhan sosial ekonomi produsen, (3) petani lebih banyak bertindak sebagai
pengambil harga, (4) kayu bulat merupakan produk yang tidak dapat dikonsumsi
secara langsung atau sulit melakukan penjualan langsung ke konsumen akhir, (5)
produk bersifat ruah atau memakan tempat, (6) untuk jenis-jenis tertentu produk
hanya bisa dijual ke industry pengolahan yang tertentu pula (Hardjanto, 2003 dalam Achmad B. 2009).
Berbagai
permasalahan tersebut tidak menjadi kendala yang terlalu berarti untuk
pemasaran hutan rakyat di Desa Kalijaya. Potensi kayu yang besar baik dari
lahan milik maupun PHBM, sumber daya
manusia petani yang sudah mengetahui tentang pengetahuan volume kayu serta
harga pasaran kayu, pengalaman petani dalam budidaya hutan rakyat serta
banyaknya bandar di Desa Kalijaya
sehingga pemasaran kayu dari hutan rakyat berjalan lancar dan banyak
macamnya system penjualan hutan rakyat di Desa Kalijaya. Berdasarkan hasil wawancara
diperoleh data mengenai berbagai pola system penjualan hutan rakyat di Desa
Kalijaya, yaitu :
1.Sistem Borongan
Pemasaran
hutan rakyat dengan system borongan yaitu system penjualan dengan menjual semua
potensi kayu dalam bentuk kayu berdiri yang ada di kebun ke bandar. Potensi
kayu yang dijual bisa hanya dipilih yang besar saja atau semua kayu yang ada di
kebun. System penjualan borongan biasanya dilaksanakan dengan terlebih dahulu
ada kegiatan tawar menawar antara petani pemilik dengan Bandar. Kegiatan
penebangan dilaksanakan jika kesepakatan kedua belah pihak sudah terlaksana. System
penjualan ini lebih praktis di tingkat petani pemilik kayu karena tidak petani
tidak mengeluarkan biaya sekicil apapun berkaitan kegiatan penabangan maupun pengangkutan
kayu.
Dari
hasil studi terhadap cara pemasaran kayu yang biasa dilakukan oleh petani di
Jawa Barat menunjukkan bahwa cara pemasaran kayu yang paling banyak dilakukan
oleh petani yaitu menjual pohon yang masih berdiri yaitu sebesar 31% dari total
cara pemasaran kayu (Achmad B. dkk. 2009).
2.Sistem Ijon
Pemasaran
kayu dari hutan rakyat dengan system ijon yaitu system penjualan kayu dengan
jangka waktu, penjualan kayu dilaksanakan pada saat sekarang (umur 2 atau 3
tahun) ditebang 1 sampai 3 tahun kemudian. Sistem penjualan ijon dilaksanakan
di Desa Kalijaya dengan dokumen pendukung berupa kwitansi dan perjanjian secara
lisan.
Secara
sepintas dari aspek ekonomi sangat merugikan bagi petani penggunaan system ijon
ini, tetapi petani hutan rakyat di Desa Kalijaya dengan pengalamannya yang
sudah lama dalam budidaya hutan rakyat maka pada saat transaksi jual beli
petani sudah mempertimbangkan nilai kayu pada saat akan ditebang nanti. Nilai
kayu dari hutan rakyat ini pendekatannya dengan membandingkan petani lain
disekitarnya yang sudah melaksanakan penjualan kayu atau pendekatannya dengan
memperkirakan volume kayu pada saat 2 atau 3 tahun yang akan datang dari aspek
pertumbuhannya kayunya.
Sistem
ijon menjadi pilihan bagi petani di Desa Kalijaya karena disebabkan oleh
beberapa hal yaitu;
-
Petani
dihadapkan pada kebutuhan untuk membeli sesuatu dalam nilai yang besar seperti
membeli mobil/motor, untuk bikin atau rehab rumah. Kebutuhan ini tidak akan
tercukupi jika penjualan dilaksanakan pada saat itu dengan potensi kayu yang
ada pada saat itu.
-
Penjualan
kayu untuk membeli sawah atau kebun. Aset tanah merupakan hal yang sangat
berarti dan merupakan hal yang langka sehingga pada saat ada penjualan tanah
baik kebun mapun sawah petani di Desa Kalijaya akan memaksanakan dirinya untuk
membeli sehingga akan menjual aset yang dimilikinya salah satunya dari
penjualan kayu. Penjualan kayu dengan potensi yang ada tidak akan mencukupi
sehingga petani berani melaksanakan system ijon dengan jangka waktu 2 sampai 3
tahun yang akan baru dilaksanakan penebangannya karena petani pada saat akad
jual beli sudah mempertimbangkan nilai tegakan pada saat 2-3 tahun yang akan
datang sehingga mencukupi untuk pembelian tanah.
3.Sistem Bukti
Pemasaran
kayu rakyat dengan system bukti adalah system jual beli kayu yang didasarkan
pada volume kubikasi pada saat transaksi antara petani penjual dengan Bandar
sebagai pembeli. Sistem penjualan dengan bukti dilaksanakan di Desa Kalijaya
karena tidak adanya kesepakatan antara petani penjual dengan bandar pada saat
transaksi jual beli dengan system borongan. Petani dengan keinginannya yang
tinggi sedangkan Bandar tidak menyanggupinya sehingga sebagai jalan tengah
dipergunakan system bukti dengan volume kubikasi dari kayu yang akan dijual
sebagai dasar penentuan harga penjualan kayu. Sistem bukti dalam penjualan kayu
di Desa Kalijaya dalam pelaksanaannya petani penjual harus mengeluarkan biaya
sendiri untuk kegiatan penebangan dan pengangkutannya.
4.Sistem Cas bon (Hutan Rakyat
Sebagai Jaminan)
Sistem
casbon/jaminan merupakan system penjualan kayu yang relatif spesifik jika
dibandingkan dengan system pemasaran hutan rakyat pada umumnya. Sistem jaminan
ini terjadi karena petani dihadapkan pada kebutuhan yang mendadak sehingga
menjaminkan hutan rakyatnya kepada Bandar sebanyak nilai uang yang diperlukan.
Dalam
penjualan dengan system casbon/jaminan pada saat transaksi/meminjam uang ke
Bandar ada beberapa kesepakatan yang menjadi perjanjian antara petani dengan
Bandar diantaranya yaitu;
-
Perjanjian
mengenai kapan akan dilaksanakan kegiatan penebangannya
-
Jumlah
tanaman yang ditebang senilai uang yang dipinjam, perjanjian ini dalam
pelaksanaannya sudah menjadi kesadaran kedua belah pihak baik penjual (petani)
maupun pembeli (Bandar). Pada saat awal perjanjian jual beli biasanya petani
menjaminkan kayunya dalam satuan kebun atau satuan batang, dengan kesadaran
kedua belah pihak maka pada saat pelaksanaan penebangan jika terjadi kelebihan
yang signifikan akan dikembalikan ke penjual. Pembeli/Bandar memperoleh keuntungan
dari selesih nilai harga perkubik kayu hasil penebangan.
Sistem
penjualan hutan rakyat casbon/jaminan dengan beberapa perjanjian dan komitmen
tersebut diatas bisa dilaksanakan di Desa Kalijaya karena faktor sumber daya
petani yang sudah mengetahui beberapa hal berkaitan dengan penjualan kayu yaitu
;
-
Petani
di Desa Kalijaya secara umum sudah mengetahui standar biaya chainsow/m3 untuk
kegiatan penebangan.
-
Petani
mengetahui standar biaya pikul/m3 dalam kegiatan pengangkutan.
-
Petani
mengetahui dan memahami standar harga kayu per m3.
Tiga
faktor tersebut yang menyebabkan system penjualan kayu casbon/jaminan bisa
dilaksanakan karena perkiraan antara nilai casbon tidak agak jauh berbeda
dengan nilai hutan rakyat sebagai jaminan.
Disamping
hal tersebut system casbon bisa berjalan karena ditunjang beberapa hal yaitu;
-
Faktor
pembeli.
Keberadaan bandar di Desa Kalijaya
sangat kompetitif. Dari hasil wawaancara jumlah bandar yang ada di Desa
Kalijaya rata rata dalam satu RT bisa 2 orang dan bahkan dalam 1 dusun bisa sampai
10 orang Bandar.
-
Faktor
permintaan dan suplay kayu.
Tingginya tingkat permintaan kayu
yang tidak diimbangi dengan produksi kayu serta waktu penjualan kayu yang tidak
menentu sehingga persaingan antar Bandar sangat kompetitif dalam mancari kayu.
IV. Penutup
Keberadaan
hutan rakyat pada saat sekarang sudah menjadi komoditi yang sangat penting
dalam pemenuhan kebutuhan kayu. Tingkat kebutuhan kayu yang tinggi menjadi
salah satu faktor hutan rakyat terus berkembang baik didukung dengan program pemerintah
maupun secara swadaya. Secara swadaya petani sudah melaksanakan dan
memaksakan pembelian bibit dengan
menyisihkan kebutuhan lainnya karena hasil hutan rakyat yang menjanjikan dan
sudah dirasakan hasilnya oleh petani hutan rakyat.
Berkembangnya
hutan rakyat diberbagai pelosok desa baik dengan pola monokultur maupun
campuran tidak terlepas juga dari faktor budidayanya yang gampang dan
pemasarannya yang sangat mudah terutama untuk tanaman albasia.
Hutan
rakyat dengan berbagai kelebihan dan masih banyak permasalahan/kendalanya di
lapangan pada saat sekarang sudah menjadi komoditi unggulan dalam pemenuhan
kebutuhan keluarga baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan lainnya. Berbagai
kebutuhan petani tersebut dapat dipenuhi dari hasil penjualan dan pemasarannya
kayu rakyat, sehingga hutan rakyat dapat diposisikan sebagai tabungan setiap
saat bisa dijual dan menghasilkan uang maupun sebagai aset untuk dijaminkan
pada saat ada kebutuhan tertentu. Hutan rakyat sebagai aset jaminan dalam
penjualan dengan system casbon sudah berjalan di Desa Kalijaya merupakan salah
satu dari berbagai system pemasaran hutan rakyat yang sudah berjalan selama
ini. Hutan rakyat sebagai aset jaminan meskipun masih sebatas bersifat perorangan antara petani
penjual dan Bandar sebagai pembeli dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
untuk berkembangnya system pemasaran hutan ke skala yang lebih besar seperti
berdirinya koperasi atau bahkan bisa dijadikan sebagai anggunan dalam proses
kredit lainnya ke lembaga keuangan yang lebih besar (contoh BRI). Berkembangnya
pemasaran hutan rakyat ke skala yang lebih besar dengan menyentuh lembaga
keuangan lain, harus dipikirkan dan didukung oleh semua stake holder yang
bergerak dibidang hutan dan kehutanan dengan mengutamakan kepentingan petani
hutan rakyat sebagai dasar pinjakannya. Ini bukan sesuatu yang tidak mungkin
karena hutan rakyat sebagai aset jaminan dalam system pemasaran casbon sudah
berjalan di Desa Kalijaya dalam pemasaran hutan rakyatnya.
Daftar Pustaka
1.
Atmosuseno B.S. 1994. Budidaya, Kegunaan dan
Prospek Sengon. Penebar Swadaya. Bogor.
2.
Achmad B., Wuri
Handayani, Dian Diniyati, Eva Fauziyah, Aditya Hani, Tri Sulistyati W., Tuti
Herawati. 2008. Hutan Rakyat Jawa Barat, Status Riset dan Strategi
Pengembangannya. Balai Penelitian Kehutanan. Ciamis.
3.
Achmad B., Dian
Diniyati, Soleh Mulyana, Eva Fauziyah, Suyarno, Darsono. 2009. Laporan Hasil
Penelitian “ Kajian Kelembagaan Pengelolaan Hutan Rakyat”. Balai Penelitian
Kehutanan. Ciamis.
4.
Achmad B., Soleh
Mulyana, Triono Puspitodjati, Darsono, Nana Sutrisna. 2009. Laporan Hasil
Penelitian “ Kajian Pemanfaatan dan Pemasaran Hasil Hutan Rakyat”. Balai
Penelitian Kehutanan. Ciamis.
5.
Diniyati D., Eva
Fauziyah, Tri Sulistyati W., Suyarno, Eyet Mulyati. 2010. Laporan Hasil
Penelitian “ Pola Agroforestry di Hutan Rakyat Pengahasil Kayu Pertukangan
Sengon”. Balai Penelitian Kehutanan.
Ciamis.
6.
Djajapertjunda S. 2003. Mengembangkan Hutan
Milik di Jawa. Alqaprint Jatinangor. Sumedang.
7.
Suherman M., 2009. Kebijakan Pengamanan Kawasan
dan Peredaran Hasil Hutan Di Jawa Barat. Dinas Kehutanan Prov. Jawa Barat.
Bandung