Senin, 06 April 2015

HUTAN RAKYAT DAN PEMASARANNYA STUDI KASUS DI DESA KALIJAYA KABUPATEN CIAMIS

Oleh : Suyarno

  
I.Pendahuluan
Perkembangan hutan rakyat pada saat ini sudah menjadi salah satu komoditi unggulan di Jawa Barat pada umumnya dan khususnya di Kabupaten Ciamis. Keberadaan hutan rakyat di Jawa Barat mempunyai peranan penting baik dari segi pemenuhan kebutuhan kayu maupun penutupan lahannya. Kebutuhan kayu di Jawa Barat sebesar 5,3 juta m3/th disuplay dari produksi kayu yang berasal dari kawasan hutan produksi 350.000 m3/th dan dari hutan rakyat sebesar 3 juta m3/th dan rencana jangka panjang penutupan lahan di Jawa Barat sebesar 45% tidak terlepas dari perkembangan hutan rakyat (Suherman M. 2009).
Produksi kayu dari hutan rakyat di Jawa Barat potensinya tersebar di seluruh hutan rakyat di wilayah kabupaten. Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat tahun 2006 menempatkan Kabupaten Ciamis sebagai urutan pertama produksi hutan rakyatnya dari 18 kota/kabupaten di Jawa Barat dengan produksi sebesar 447.320 m3/th (Achmad B. 2008).
Hutan rakyat di Kabupaten Ciamis keberadaannya semakin penting mengingat tingkat kebutuhan kayu yang terus meningkat sedangkan kayu yang dihasilkan dari hutan produksi sangat terbatas sehingga menempatkan hutan rakyat sebagai andalan dalam pemenuhan kebutuhan kayu. Peningkatan tingkat kebutuhan kayu di kabupaten Ciamis juga telah diimbangi dengan terus meningkatnya produksi kayu khususnya dari hutan rakyat. Achmad B. (2009) melaporkan bahwa produksi kayu rakyat meningkat terus menerus dari tahun ketahun hingga menembus lebih dari 80% dari total kayu yang dihasilkan oleh Kabupaten Ciamis. Data terakhir dari Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis melaporkan bahwa produksi hutan rakyat di Kabupaten Ciamis pada tahun 2011 sebesar 369.124,305 m3 untuk albasia, 56.576,312 m3 untuk mahoni, dan produksi jati sebesar 19.561,510 m3. Produksi kayu terebut jauh lebih besar dari produksi kayu dari kawasan hutan di Kab. Ciamis yaitu hanya sebesar 53,13 m3 untuk albasia, 3.807,22 untuk mahoni dan 29.495,22 m3 untuk kayu Jati (Badan Pusat Statistik. 2011).
Produksi albasia dari hutan rakyat sebesar 369.124,305 m3 dihasilkan dari luas hutan rakyat 31.744,44 ha,  yang tersebar diseluruh wilayah administrasi di Kab Ciamis, dengan pola tanam yang sangat beragam di masing masing wilayah administrasi desa. Potensi hutan rakyat yang tersebar di seluruh desa juga mempengaruhi potensi dan pelaku pasar baik mulai tingkat ranting, bandar, penggergajian maupun kayu olahan lainnya sudah tersedia di tingkat desa.
Dukungan pasar dan potensi hutan rakyat yang tinggi di tiap desa mempengaruhi dan memunculkan system pemasaran hutan rakyat yang spesifik dan berbeda antara desa satu dengan desa yang lain. Desa Kalijaya Kecamatan Banjarsari Kab Ciamis merupakan salah satu contoh desa yang mempunyai banyak cara atau system pemasaran hutan rakyat.

II. Hutan Rakyat di Desa Kalijaya
Potensi hutan rakyat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi system pemasaran hutan rakyat di suatu wilayah disamping faktor sumber daya manusia dan pasar di wilayah tersebut.  Hutan rakyat sebagai obyek pemasaran sudah dibudidayakan oleh petani di Desa Kalijaya sejak dulu dan bersifat turun menurun. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data bahwa secara umum petani membudidayakan hutan rakyat melanjutkan pola yang sudah ada sejak dahulu dengan penyempurnaan baik pemilihan jenis tanaman untuk tanaman pokok mapun pengisi dan  kegiatan pemeliharaan.
Budidaya hutan rakyat di Desa Kalijaya Kab Ciamis dalam perkembanngannya tidak bisa dilepaskan dari perkembangan budidaya hutan rakyat di Jawa Barat. Jawa Barat menjadi tempat penyelenggaraan pekan penghijauan yang pertama pada tahun 1961, dan penghijauan dengan penanaman tanaman kayu terus berkembang dengan adanya program ‘RAKGANTANG” (Gerakan Gandrung Tatangkalan) pada tahun 1974, dan kemudian Departemen Kehutanan telah menyelenggarakan program sengonisasi yang dimulai pada tahun 1990 (Djajapertjunda S. 2003).
Budidaya hutan rakyat di Desa Kalijaya dalam perkembangnnya pada saat sekarang menempatkan sengon/albasia menjadi pilihan utama. Berdasarkan hasil survey di lapangan menyatakan bahwa faktor pertumbuhan yang cepat dan pemasaran yang sangat gampang sebagai alasan bahwa secara umum petani hutan rakyat di Desa Kalijaya memilih albasia sebagai tanaman pokok dalam budidaya hutan rakyatnya. Achmad B. (2009) melaporkan bahwa hutan rakyat dengan jenis sengon/albasia merupakan jenis kayu terbesar  yang dihasilkan dari hutan rakyat mengisi hampir 50% kayu rakyat di Kabupaten Ciamis. Pilihan petani terhadap tanaman albasia karena beberapa faktor yang menjadi kelebihan tanaman ini.  Sengon merupakan salah satu jenis pohon yang pertumbuhannya sangat cepat, Pertumbuhan selama 25 tahun dapat mencapai tinggi 45 m dengan diameter batang mencapai 100 cm. Mengingat pertumbuhan yang cepat sengon dijuluki sebagaai pohon ajaib (the miracle tree) Pada umur 6 tahun sengon sudah dapat menghasilkan kayu bulat sebanyak 372 m3/ha. (Atmosuseno B.S. 1994).
Berdasarkan hasil survey dan pengamatan di lapangan petani di Desa Kalijaya secara umum membudidayakan hutan rakyat dibagi kedalam 2 pola budidayanya yaitu hutan rakyat monokultur dan hutan rakyat campuran. Menurut Windawati (2000) dalam Diniyati D (2010) pola tanam yang dikembangkan oleh petani dapat diklasifikasi pada 2 pola yaitu
1.      Hutan rakyat monokultur (murni)
Hutan rakyat yang terdiri dari satu jenis tanaman pokok yang ditanam dan diusahakan secara homogeny (Monokultur)
2.      Hutan rakyat campuran
a.      Hutan rakyat campuran dengan 2 – 5 jenis tanaman kehutanan yang dikembangkan dan diusahakan seperti sengon, mahoni dan suren yang dikombinasikan berbeda pada setiap daerah.
b.      Hutan rakyat campuran dengan system agroforestry/wanatani
Pola ini  merupakan bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan cabang usaha lainnya seperti pekebunan, pertanian, peternakan dan lainnya secara terpadu.
Budidaya hutan rakyat di Desa kalijaya pada umumnya menerapkan pola monokultur pada lahan PHBM di pola campuran dilaksanakan di lahan milik.
Diniyati D. (2010) melaporkan bahwa lahan yang diperuntukan untuk hutan rakyat di Desa kalijaya paling luas dibandingkan dengan luas lahan untuk peruntukan lainnya. Penggunaan lahan di Desa Kalijaya disajikan dalam tabel berikut;
Tabel 1 : Penggunaan Lahan di Desa Kalijaya
No
Penggunaan Lahan
Luas (ha)
% dari luas wilayah
1.
Hutan Rakyat
12.420
53
2.
Sawah
1.617
7
3.
Pekarangan dan Rumah
725
3
4.
Kolan ikan
141
1
5.
Lainnya
8.365
36

Luas hutan rakyat di Desa Kalijaya sebagaimana pada tabel tersebut selain ditopang dari berbagai program pemerintah, pada saat sekarang berdasarkan hasil wawancara bahwa petani sudah sadar akan hasil dari tanaman kayu terutama sengon sehingga untuk kegiatan penanaman petani sudah membeli bibit tanaman secara swadaya.
Tingkat kesadaran petani yang tinggi akan hasil dari hutan rakyat baik dari lahan milik maupun PHBM memposisikan hutan rakyat sebagai andalan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani. Kondisi tersebut ditunjang juga dari aspek pemasaran kayu rakyat yang tidak susah karena banyaknya Bandar pembeli kayu rakyat di Desa Kalijaya.

III. Pemasaran Hutan Rakyat di Desa Kalijaya
Pemasaran adalah semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang dan jasa, mulai dari titik produksi sampai ketangan konsumen akhir (Achmad B. 2009). Hutan rakyat mempunyai kekhusunan  dalam proses pemasarannya jika dibandingkan dengan produk produk lain. Kekhususan pemasaran hutan rakyat terletak pada system penjualannya yaitu bisa dalam bentuk tegakan berdiri maupun dalam bentuk log baik sudah dipinggir jalan maupun dipenggergajian. Sistem penjualan tersebut merupakan beberapa kemudahan dalam penjualan hasil hutan rakyat meskipun masih banyak permasalahan dalam pemasaran yang dihadapi petani hutan rakyat. Beberapa permasalahan dalam pemasaran komoditas pertanian termasuk kayu bulat adalah : (1) dihasilkan oleh petani dalam unit kecil kecil, (2) produksi tergantung pada musim, pola biologi, dan kebutuhan sosial ekonomi produsen, (3) petani lebih banyak bertindak sebagai pengambil harga, (4) kayu bulat merupakan produk yang tidak dapat dikonsumsi secara langsung atau sulit melakukan penjualan langsung ke konsumen akhir, (5) produk bersifat ruah atau memakan tempat, (6) untuk jenis-jenis tertentu produk hanya bisa dijual ke industry pengolahan yang tertentu  pula (Hardjanto, 2003 dalam Achmad B. 2009).
Berbagai permasalahan tersebut tidak menjadi kendala yang terlalu berarti untuk pemasaran hutan rakyat di Desa Kalijaya. Potensi kayu yang besar baik dari lahan milik maupun PHBM,  sumber daya manusia petani yang sudah mengetahui tentang pengetahuan volume kayu serta harga pasaran kayu, pengalaman petani dalam budidaya hutan rakyat serta banyaknya bandar di Desa Kalijaya  sehingga pemasaran kayu dari hutan rakyat berjalan lancar dan banyak macamnya system penjualan hutan rakyat di Desa Kalijaya. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data mengenai berbagai pola system penjualan hutan rakyat di Desa Kalijaya, yaitu :

1.Sistem Borongan
Pemasaran hutan rakyat dengan system borongan yaitu system penjualan dengan menjual semua potensi kayu dalam bentuk kayu berdiri yang ada di kebun ke bandar. Potensi kayu yang dijual bisa hanya dipilih yang besar saja atau semua kayu yang ada di kebun. System penjualan borongan biasanya dilaksanakan dengan terlebih dahulu ada kegiatan tawar menawar antara petani pemilik dengan Bandar. Kegiatan penebangan dilaksanakan jika kesepakatan kedua belah pihak sudah terlaksana. System penjualan ini lebih praktis di tingkat petani pemilik kayu karena tidak petani tidak mengeluarkan biaya sekicil apapun berkaitan kegiatan penabangan maupun pengangkutan kayu.
Dari hasil studi terhadap cara pemasaran kayu yang biasa dilakukan oleh petani di Jawa Barat menunjukkan bahwa cara pemasaran kayu yang paling banyak dilakukan oleh petani yaitu menjual pohon yang masih berdiri yaitu sebesar 31% dari total cara pemasaran kayu (Achmad B. dkk. 2009).

2.Sistem Ijon 
Pemasaran kayu dari hutan rakyat dengan system ijon yaitu system penjualan kayu dengan jangka waktu, penjualan kayu dilaksanakan pada saat sekarang (umur 2 atau 3 tahun) ditebang 1 sampai 3 tahun kemudian. Sistem penjualan ijon dilaksanakan di Desa Kalijaya dengan dokumen pendukung berupa kwitansi dan perjanjian secara lisan.
Secara sepintas dari aspek ekonomi sangat merugikan bagi petani penggunaan system ijon ini, tetapi petani hutan rakyat di Desa Kalijaya dengan pengalamannya yang sudah lama dalam budidaya hutan rakyat maka pada saat transaksi jual beli petani sudah mempertimbangkan nilai kayu pada saat akan ditebang nanti. Nilai kayu dari hutan rakyat ini pendekatannya dengan membandingkan petani lain disekitarnya yang sudah melaksanakan penjualan kayu atau pendekatannya dengan memperkirakan volume kayu pada saat 2 atau 3 tahun yang akan datang dari aspek pertumbuhannya kayunya.
Sistem ijon menjadi pilihan bagi petani di Desa Kalijaya karena disebabkan oleh beberapa hal yaitu;
-          Petani dihadapkan pada kebutuhan untuk membeli sesuatu dalam nilai yang besar seperti membeli mobil/motor, untuk bikin atau rehab rumah. Kebutuhan ini tidak akan tercukupi jika penjualan dilaksanakan pada saat itu dengan potensi kayu yang ada pada saat itu.
-          Penjualan kayu untuk membeli sawah atau kebun. Aset tanah merupakan hal yang sangat berarti dan merupakan hal yang langka sehingga pada saat ada penjualan tanah baik kebun mapun sawah petani di Desa Kalijaya akan memaksanakan dirinya untuk membeli sehingga akan menjual aset yang dimilikinya salah satunya dari penjualan kayu. Penjualan kayu dengan potensi yang ada tidak akan mencukupi sehingga petani berani melaksanakan system ijon dengan jangka waktu 2 sampai 3 tahun yang akan baru dilaksanakan penebangannya karena petani pada saat akad jual beli sudah mempertimbangkan nilai tegakan pada saat 2-3 tahun yang akan datang sehingga mencukupi untuk pembelian tanah.

3.Sistem Bukti
Pemasaran kayu rakyat dengan system bukti adalah system jual beli kayu yang didasarkan pada volume kubikasi pada saat transaksi antara petani penjual dengan Bandar sebagai pembeli. Sistem penjualan dengan bukti dilaksanakan di Desa Kalijaya karena tidak adanya kesepakatan antara petani penjual dengan bandar pada saat transaksi jual beli dengan system borongan. Petani dengan keinginannya yang tinggi sedangkan Bandar tidak menyanggupinya sehingga sebagai jalan tengah dipergunakan system bukti dengan volume kubikasi dari kayu yang akan dijual sebagai dasar penentuan harga penjualan kayu. Sistem bukti dalam penjualan kayu di Desa Kalijaya dalam pelaksanaannya petani penjual harus mengeluarkan biaya sendiri untuk kegiatan penebangan dan pengangkutannya.

4.Sistem Cas bon (Hutan Rakyat Sebagai Jaminan)
Sistem casbon/jaminan merupakan system penjualan kayu yang relatif spesifik jika dibandingkan dengan system pemasaran hutan rakyat pada umumnya. Sistem jaminan ini terjadi karena petani dihadapkan pada kebutuhan yang mendadak sehingga menjaminkan hutan rakyatnya kepada Bandar sebanyak nilai uang yang diperlukan.
Dalam penjualan dengan system casbon/jaminan pada saat transaksi/meminjam uang ke Bandar ada beberapa kesepakatan yang menjadi perjanjian antara petani dengan Bandar diantaranya yaitu;
-          Perjanjian mengenai kapan akan dilaksanakan kegiatan penebangannya
-          Jumlah tanaman yang ditebang senilai uang yang dipinjam, perjanjian ini dalam pelaksanaannya sudah menjadi kesadaran kedua belah pihak baik penjual (petani) maupun pembeli (Bandar). Pada saat awal perjanjian jual beli biasanya petani menjaminkan kayunya dalam satuan kebun atau satuan batang, dengan kesadaran kedua belah pihak maka pada saat pelaksanaan penebangan jika terjadi kelebihan yang signifikan akan dikembalikan ke penjual. Pembeli/Bandar memperoleh keuntungan dari selesih nilai harga perkubik kayu hasil penebangan.
Sistem penjualan hutan rakyat casbon/jaminan dengan beberapa perjanjian dan komitmen tersebut diatas bisa dilaksanakan di Desa Kalijaya karena faktor sumber daya petani yang sudah mengetahui beberapa hal berkaitan dengan penjualan kayu yaitu ;
-          Petani di Desa Kalijaya secara umum sudah mengetahui standar biaya chainsow/m3 untuk kegiatan penebangan.
-          Petani mengetahui standar biaya pikul/m3 dalam kegiatan pengangkutan.
-          Petani mengetahui dan memahami standar harga kayu per m3.
Tiga faktor tersebut yang menyebabkan system penjualan kayu casbon/jaminan bisa dilaksanakan karena perkiraan antara nilai casbon tidak agak jauh berbeda dengan nilai hutan rakyat sebagai jaminan.
Disamping hal tersebut system casbon bisa berjalan karena ditunjang beberapa hal yaitu;
-          Faktor pembeli.
Keberadaan bandar di Desa Kalijaya sangat kompetitif. Dari hasil wawaancara jumlah bandar yang ada di Desa Kalijaya rata rata dalam satu RT bisa 2 orang dan bahkan dalam 1 dusun bisa sampai 10 orang Bandar.
-          Faktor permintaan dan suplay kayu.
Tingginya tingkat permintaan kayu yang tidak diimbangi dengan produksi kayu serta waktu penjualan kayu yang tidak menentu sehingga persaingan antar Bandar sangat kompetitif dalam mancari kayu.


IV. Penutup
Keberadaan hutan rakyat pada saat sekarang sudah menjadi komoditi yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan kayu. Tingkat kebutuhan kayu yang tinggi menjadi salah satu faktor hutan rakyat terus berkembang baik didukung dengan program pemerintah maupun secara swadaya. Secara swadaya petani sudah melaksanakan dan memaksakan  pembelian bibit dengan menyisihkan kebutuhan lainnya karena hasil hutan rakyat yang menjanjikan dan sudah dirasakan hasilnya oleh petani hutan rakyat.
Berkembangnya hutan rakyat diberbagai pelosok desa baik dengan pola monokultur maupun campuran tidak terlepas juga dari faktor budidayanya yang gampang dan pemasarannya yang sangat mudah terutama untuk tanaman albasia.
Hutan rakyat dengan berbagai kelebihan dan masih banyak permasalahan/kendalanya di lapangan pada saat sekarang sudah menjadi komoditi unggulan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan lainnya. Berbagai kebutuhan petani tersebut dapat dipenuhi dari hasil penjualan dan pemasarannya kayu rakyat, sehingga hutan rakyat dapat diposisikan sebagai tabungan setiap saat bisa dijual dan menghasilkan uang maupun sebagai aset untuk dijaminkan pada saat ada kebutuhan tertentu. Hutan rakyat sebagai aset jaminan dalam penjualan dengan system casbon sudah berjalan di Desa Kalijaya merupakan salah satu dari berbagai system pemasaran hutan rakyat yang sudah berjalan selama ini. Hutan rakyat sebagai aset jaminan meskipun masih  sebatas bersifat perorangan antara petani penjual dan Bandar sebagai pembeli dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk berkembangnya system pemasaran hutan ke skala yang lebih besar seperti berdirinya koperasi atau bahkan bisa dijadikan sebagai anggunan dalam proses kredit lainnya ke lembaga keuangan yang lebih besar (contoh BRI). Berkembangnya pemasaran hutan rakyat ke skala yang lebih besar dengan menyentuh lembaga keuangan lain, harus dipikirkan dan didukung oleh semua stake holder yang bergerak dibidang hutan dan kehutanan dengan mengutamakan kepentingan petani hutan rakyat sebagai dasar pinjakannya. Ini bukan sesuatu yang tidak mungkin karena hutan rakyat sebagai aset jaminan dalam system pemasaran casbon sudah berjalan di Desa Kalijaya dalam pemasaran hutan rakyatnya.
 


Daftar Pustaka
1.       Atmosuseno B.S. 1994. Budidaya, Kegunaan dan Prospek Sengon. Penebar Swadaya. Bogor.

2.      Achmad B., Wuri Handayani, Dian Diniyati, Eva Fauziyah, Aditya Hani, Tri Sulistyati W., Tuti Herawati. 2008. Hutan Rakyat Jawa Barat, Status Riset dan Strategi Pengembangannya. Balai Penelitian Kehutanan. Ciamis.

3.      Achmad B., Dian Diniyati, Soleh Mulyana, Eva Fauziyah, Suyarno, Darsono. 2009. Laporan Hasil Penelitian “ Kajian Kelembagaan Pengelolaan Hutan Rakyat”. Balai Penelitian Kehutanan. Ciamis.

4.      Achmad B., Soleh Mulyana, Triono Puspitodjati, Darsono, Nana Sutrisna. 2009. Laporan Hasil Penelitian “ Kajian Pemanfaatan dan Pemasaran Hasil Hutan Rakyat”. Balai Penelitian Kehutanan. Ciamis.

5.      Diniyati D., Eva Fauziyah, Tri Sulistyati W., Suyarno, Eyet Mulyati. 2010. Laporan Hasil Penelitian “ Pola Agroforestry di Hutan Rakyat Pengahasil Kayu Pertukangan Sengon”.  Balai Penelitian Kehutanan. Ciamis.

6.      Djajapertjunda S. 2003. Mengembangkan Hutan Milik di Jawa. Alqaprint Jatinangor. Sumedang.

7.      Suherman M., 2009. Kebijakan Pengamanan Kawasan dan Peredaran Hasil Hutan Di Jawa Barat. Dinas Kehutanan Prov. Jawa Barat. Bandung
    


Tidak ada komentar:

Posting Komentar