Minggu, 05 April 2015

PROGRAM BAPAK ASUH SUREN (BAS) SUATU POLA PENGHIJAUAN ALTERNATIF

Oleh : Suyarno 

ABSTRAK

Kegiatan penghijauan yang dilaksanakan oleh pemerintah rata-rata hanya mencapai target 51.000 ha/th yang oleh banyak kalangan dikatagorikan gagal. Kegagalan ini lebih disebabkan dalam pola pendekatan pelaksanaan penghijauan yang berorientasi proyek. Bapak Asuh Suren (BAS) merupakan salah satu contoh bentuk penghijauan alternatif pola kemitraan antara investor, petani penggarap dan kelompok tani.
Bapak Asuh Suren (BAS) dimulai sejak tahun 1993 di Dusun Patrol Desa Cibugel Kecamatan Cibugel kabupaten Sumedang dan sampai dengan tahun 2005 telah mencapai 30 ha dan sudah melibatkan 37 orang investor. Keberhasilan program BAS tersebut terletak pada sistem perencanaan yang melibatkan keinginan petani sehingga memenuhi kreteria kelayakan sosial, ekonomi, teknis dan ekologi.

Kata kunci : Penghijauan, Bapak Asuh Suren (BAS), Kemitraan

I. PENDAHULUAN
Kegiatan penghijauan/reboisasi sampai tahun 2006 sudah berjalan hampir 37 tahun. Data statistik terakhir pada tahun 2003 menunjukkan total realisasi penanaman sekitar 1.789 ha atau rata-rata pertahun 51.000 ha (Mulyana. 2005). Secara umum kegiatan penghijauan didanai Pemerintah baik yang bersumber dari APBN, DR maupun bantuan luar negeri. Namun demikian perkiraan banyak kalangan pencapaian target yang hanya rata-rata 51.000 ha/th dengan total biaya bantuan dari pemerintah masih jauh dibawah target bahkan banyak tanaman yang masuk katagori gagal. Kekurang berhasilan berbagai kegiatan penghijauan disinyalir salah satunya dari kesalahan dalam pola pendekatan yang berorientasi proyek dan menyebabkan ketergantungan petani. Akibatnya proyek berakhir petani kembali ke praktek semula karena kurangnya modal.
Kurang maksimalnya hasil yang dicapai dari kegiatan penghijauan dan masih luasnya angka lahan kritis memerlukan adanya alternatif model penghijauan yang lebih efisien yang dapat mendudukan petani dan rimbawan dalam posisi saling menguntungkan dan bertanggungjawab terhadap keberhasilannya. Salah satu contoh bentuk penghijauan alternatif adalah Bapak Asuh Suren (BAS) seperti yang dilakukan oleh kelompok tani Makmur di Desa Cibugel Kecamatan Cibugel Kabupaten Sumedang.

II. BAS ( BAPAK ASUH SUREN )
Bapak Asuh Suren adalah suatu wujud/bentuk penghijauan alternatif sebagai bentuk kemitraan antara investor, kelompok tani dan petani dalam kegiatan penanaman tanaman kayu.
Proses terbentuknya Bapak Asuh Suren diawali dengan adanya lokakarya tingkat desa pada tahun 2002 yang diikuti oleh beberapa kelompok tani di desa Cibugel yang difasilitasi oleh Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Jawa-Madura. Kegiatan tersebut merupakan kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Denmark yang bertujuan untuk mengembangkan penyebarluasan benih unggul tanaman hutan di Indonesia. Hasil dari kegiatan lokakarya disepakati dengan membangun demplot sumber benih suren seluas 1 ha dilahan milik dengan bibit suren difasilitasi oleh  BPTH Jawa-Madura tetapi hasilnya mati total karena faktor musim kemarau. Dibawah bimbingan dari BPTH Jawa-Madura yang memfasilitasi masalah modal berupa bantuan polybag dan benih suren hasil eksplorasi dari berbagai tempat, kelompok tani makmur membangun lagi persemaian suren dan berhasil dari target hanya 3.000 bibit dapat mencapai 37.000 bibit suren. Keberhasilan persemaian tersebut mendasari terbentuknya kelompok tani dan untuk mengakomodir kerjasama penanaman suren maka dibentuklah Bapak Asuh Suren (BAS). Tanaman suren menjadi pilihan utama karena faktor biofisik dan iklim di Cibugel sangat cocok untuk tanaman tersebut, namun saat ini sudah berkembang juga jenis tanaman manglid dan jati putih. Adapun investor dapat berasal dari pegawai negeri sipil, perorangan, pengusaha, LSM yang menginvestasikan uangnya pada kegiatan BAS. Petani adalah penggarap/pengelola lahan terhadap tanaman yang diinvestasikan dari investor, sedangkan kelompok tani bertindak sebagai mediator antara investor dan petani.

III. PELAKSANAAN PENGHIJAUAN  MODEL BAS ( BAPAK ASUH SUREN )
Pertama kali BAS dilaksanakan di tanah desa seluas 50 ha yaitu di Dusun Patrol Desa Cibugel Kecamatan Cibugel Sumedang yang digarap oleh 150 petani sejak tahun 1993 dengan beban biaya sewa ke desa. Animo petani dan investor yang cukup tinggi maka kini lokasi BAS sudah berkembang ke lahan milik, baik itu di Desa Cibugel maupun desa lainnya.

III. KEMITRAAN MODEL BAS
Bentuk kimitraan yang ditawarkan oleh model BAS adalah kerjasama antara petani dan infestor yang difasilitasi oleh kelompok tani Makmur yang bertindak sebagai sekretariat.
Sekretariat BAS bertugas menjembatani dan mengatur/menyambungkan antara investor dengan petani serta merumuskan berbagai aturan tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak. Kewajiban investor yaitu menyediakan bahan tanaman sesuai kebutuhan dengan sulaman sebanyak 20% dari jumlah bibit yang disediakan, dan bahan pupuk untuk tahun pertama. Selain itu investor dapat mengawasi investasi yang telah ditanamnya. Hak Investor mendapat 10% dari jumlah 100 pohon yang hidup sampai akhir daur. Kewajiban petani yaitu memeliharan dan menjaga keamanan suren sampai cukup umur untuk ditebang sedangkan haknya adalah mendapat 80% dari total jumlah 100 pohon yang hidup sampai akhir daur.
Disamping kewajiban dan hak tersebut sekretariat telah menentukan kebijakan jenis komoditi yang dikerjasamakan yaitu suren, mengingat pohon ini sangat cocok dengan kondisi biofisik di Desa Cibugel Kecamatan Cibugel. Habitat/sarat tumbuh suren yaitu ketinggian: < 900  m dpl, Curah hujan  700 – 3.000 mm/th,  temperatur 18 – 32 oC, tekstur tanah sedang – berat,  PH tanah asam – netral, draenase baik, toleransi naungan intoleran.
Selain berbagai ketentuan tersebut sekretariat BAS menentukan berbagai aturan guna mempermudah dalam pengelolaan kerjasama diantaranya ;
1.   Investasi dalam bentuk paket
(1 paket senilai Rp. 150.000,- mendapatkan 100 batang suren).
2.   Tidak ada batasan jumlah nominal bagi investor.
3.   Sebagai bukti investasi investor mempunyai kartu anggota dan mengetahui petani penggarap maupun nomer kaplingnya.
4.   Lahan BAS dibagi dalam bentuk kapling (1 kapling seluas 50 bata)
5.   Penentuan kerjasama antara petani dengan investor diatur oleh kelompok.
6.   Tidak ada ketentuan jarak tanam bagi petani (jumlah pohon harus 50 batang/kapling pada tahun pertama penanaman)
7.   Jangka waktu kerjasama sampai akhir daur selama 10 tahun.
8.   Pembagian hasil dari tegakan akhir daur diatur dalam porsentase yaitu;
- 80 % untuk petani
- 10% untuk investor
- 10% untuk kelompok tani dan desa.
Selanjutnya bentuk kerjasama ini dituangkan dalam surat perjanjian antara petani, kelompok tani dan investor. Untuk lebih jelasnya diagram alur kerjasama BAS disajikan dalam gambar berikut;



IV. HASIL
Konsep kerjasama yang berorientasi membantu petani sudah menampakan hasil yang relatif memuaskan. Menurut data dari sekretariat BAS sampai dengan tahun 2005 total penanaman telah mencapai 30 ha dari rencana penanaman pada tanah desa seluas 50 ha dan sudah melibatkan 37 orang investor. Investor yang terlibat dalam program BAS pada umumnya berasal dari para rimbawan perorangan yang bekerja diberbagai bidang yaitu BPTH Jawa Madura, RLPS, Dinas Kehutanan, Litbang dan ada sebagian dari pihak swasta dan perorangan.
Program BAS dalam pelaksanaan di lapangan sangat mengutamakan keinginan petani (bottom up planning) dan ini yang menjadi ciri khas yang menunjukan perbedaan dengan program penghijauan dari dana pemerintah. Perbedaan ini terletak pada model pendekatan dalam pelaksanaan penanaman yaitu Program BAS menawarkan kepada petani dengan tidak adanya ketentuan jarak tanam dan keharusan posisi menanam tanaman kayu (memenuhi kuota jumlah tanaman perkapling baik ditanam dipinggir maupun ditengah). Kondisi ini sangat berbeda dengan program penghijauan dari dana pemerintah yang seringkali jarak tanam dan posisi penanaman menjadi ketentuan yang harus dilaksanakan. Hal lain yang membedakan juga terletak pada tanggungjawab terhadap keberhasilan akhir. Ini terletak pada komitmen terhadap porsentase hasil baik bagi investor maupun petani.
Konsep mendasar tentang kebebasan jarak tanam dan posisi menanam kayu tidak mengurangai tingkat keberhasilan dari Program BAS. Sebagai indikatornya data hasil pengukuran dari 6 sampel penggarap yang dipilih secara acak hasilnya disajikan dalam tabel berikut;

Tabel 1; Hasil pengukuran tegakan
No
Nama
Penggarap
Jenis
Umur
(th)
Luas
tanam
Jmlh
Tan.
Rata2
Diameter
(cm)
Rata2
Tinggi
(m)
Volume

(m3)
Pola
Penanaman
1
Lufi
suren
2
50 bata
36
3,02
2,71
0,0019
Pinggir lahan
2
Anah
sda
2
sda
27
2,87
2,08
0,0014
Sda
3
Ana
sda
2
sda
29
2,59
2,15
0,0011
Sda
4
Dani
sda
2
sda
25
3,29
2,45
0,0021
Sda
5
Koko
sda
2
sda
32
1,73
1,42
0,0003
Sda
6
Hamid
sda
2
sda
47
2,91
1,94
0,0013
Menyebar pada lahan garapan          
(3x5 m)

Jumlah


16,41
12,75



Rata-rata


2,74
2,13



Dari tabel diatas menunjukan bahwa dari aspek pertumbuhan, suren sangat cocok dibudidayakan dan dikembangkan di Desa Cibugel dengan pencapaian rata-rata  diameter 2,74 cm dan tinggi 2,13 m pada umur 2 tahun. Secara kwantita tidak dapat dipungkiri bahwa penanaman yang menggunakan jarak tanam dan ditanam pada lahan garapan akan lebih banyak jika dibandingkan penanaman yang mengandalkan lokasi pinggir lahan garapan. Tampak pada tabel 1 pola penanaman pada lahan garapan dengan jarak tanam 3 x 5 m menghasilkan jumlah pohon lebih banyak (47 pohon) dibandingkan pola penanaman pada pinggir lahan garapan.
Pelaksanaan penanaman pada pinggir lahan garapan adalah pola pendekatan agar petani tidak merasa dipaksa untuk menanam kayu karena adanya keinginan petani membudidayakan tanaman palawija berdaur pendek untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Meskipun demikian secara umum pola ini relatif berhasil dengan pencapaian rata-rata jumlah tanaman 30 pohon/50 bata yang berarti setara dengan jarak tanam rata-rata 7 x 3 m. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai indikator bahwa kebebasan jarak tanam dan kebebasan posisi menanam tidak mengurangi tingkat keberhasilan penanaman.

V. PENUTUP

Masih tingginya angka lahan kritis dengan kondisi alokasi dana pemerintah yang terbatas perlu kiranya dicari alternatif model penghijauan yang efektif dan efisien. Bapak Asuh Suren (BAS) di Desa Cibugel Kec. Cibugel sebagai salah satu terobosan model penghijauan dengan prinsip kerjasama. Model ini kiranya dapat dijadikan alternatif guna menghijaukan lahan kritis. Prinsip kerjasama yang berorientasi membantu permodalan petani perlu kepedulian berbagai pihak terutama rimbawan yang masih mempunyai jiwa rimbawan.
Kunci keberhasilan dari program BAS adalah sistem perencanaan yang melibatkan keinginan petani, sehingga memenuhi kreteria kelayakan sosial, selain juga kelayakan ekonomi, teknis dan ekologis.
Model BAS memberi inspirasi kepada pihak-pihak yang peduli dengan hutan rakyat bahwa sangat diperlukan suatu lembaga yang mau dan mampu berperan sebagai “jembatan” karena seringkali terjadi suatu program tidak terlaksanakan padahal investor dan pelaksana tersedia.





DAFTAR PUSTAKA
Mulyana Y. 2005. Sistem Keproyekan APBN Kurang Cocok Dengan Kultur Reboisasi. Surili Vol. 37 (4) halaman 17-18. Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat. Bandung.

Saepuloh A. 2005. Data Realisasi Program Bapak Asuh Suren (BAS) Kelompok Tani Makmur Desa Cibugel. Kelompok Tani Makmur. Sumedang


Setiatin I. 2005. Sekilas Tentang Bapak Asuh Suren (BAS) Kelompok Tani Makmur Desa Cibugel. Kelompok Tani Makmur. Sumedang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar